PENCEGAHAN
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencegahan
sangat selektif dan
hati-hati. Tidak boleh sewenang-wenang, diberikan
syarat-syarat yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Syarat
Kualitatif tunggakan sebesar
Rp100.000.000,00 dan syarat
kuantitatif adalah diragukan itikad baiknya.
Pencegahan
terhadap Penanggung Pajak
tidak mengakibatkan hapusnya utang
pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
DASAR HUKUM :
Psl 1 angka
20, Psl 29
– Psl 32 UU Nomor
19 thn 2000 UU PPSP;
Psl 11-Psl 14 UU No 9 Thn 1992 ttg Keimigrasian;
PP No. 30
Thn 1994 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan;
Psl 1 angka 13, Psl 117 – Psl 134 KMK No. 300/KMK.01/2002
tanggal 13 Juni 2002 tentang Pengurusan Piutang Negara;
S-43/PJ.045/2007
tanggal 28 Maret
2007 perihal Tata
Cara Permintaan Pencegahan, perpanjangan,
dan Pencabutan Bepergian ke Luar
Negeri
S-158/PJ.75/2006
tanggal 30 Agustus 2006 perihal Permintaan Usulan Pencegahan Wajib
Pajak/Penanggung Pajak Bepergian ke Luar Negeri
Pencegahan
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dalam hal
ini adalah Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1992 tentang Keimigrasian
Keputusan
pencegahan diterbitkan oleh
Menteri Keuangan. Hal tersebut sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 9 Thn 1992 tentang
Keimigrasian, yang menentukan
bahwa wewenang dan
tanggung jawab atas pencegahan
dilakukan oleh Menkeu
jika menyangkut urusan piutang negara.
Keputusan pencegahan memuat sekurang-kurangnya:
- Identitas Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan:
a. nama
b. umur
c. Pekerjaan
d. Alamat
e. jenis kelamin; dan
f. kewarganegaraan.
g. Alasan untuk melakukan pencegahan
h. Jangka waktu pencegahan
i. Jangka waktu pencegahan
atau penangkalan harus secara
tegas ditentukan dalam
keputusan pencegahan atau
penangkalan.
Keputusan
pencegahan tersebut disampaikan kepada Penanggung
Pajak yang dikenakan pencegahan, Menteri Kehakiman
(Menteri Hukum dan HAM), Pejabat yang
memohon pencegahan, atasan Pejabat yang
bersangkutan, dan Kepala Daerah setempat.
Tindakan
pencegahan ini dapat
dilakukan terhadap beberapa orang
sebagai Penanggung Pajak Wajib
Pajak Badan atau ahli waris.
Pelaksanaan
atas keputusan pencegahan
tersebut dilakukan oleh Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan
HAM) atau Pejabat Imigrasi .
Berdasarkan
keputusan pencegahan yang
diterimanya dari Menkeu, Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM) memerintahkan Dirjen
Imigrasi agar nama
orang yang terkena
pencegahan dimasukkan ke dalam
Daftar Pencegahan dan
melaksanakan pencegahan. Direktur Jenderal Imigrasi
dalam waktu paling
lama 7 hari
sejak tanggal menerima
perintah tersebut langsung memasukkan nama orang yang dikenai
pencegahan ke dalam
Daftar Pencegahan dan mengirimkannya kepada
Kepala Kantor Imigrasi
di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia untuk
melaksanakan pencegahan.
Berdasarkan
keputusan pencegahan tersebut,
Pejabat Imigrasi di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi wajib
menolak orang-orang tertentu
ke luar wilayah Indonesia.
Keputusan
pencegahan disampaikan dengan
surat tercatat kepada orang
atau orang-orang sebagai
Penanggung Pajak selambat-lambatnya 7 hari terhitung sejak tanggal penetapan.
Jangka waktu pencegahan
paling lama 6
(enam) bulan dan
dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Keputusan Perpanjangan dan Keputusan Pencabutan Pencegahan
Apabila tidak ada
keputusan perpanjangan, pencegahan
yang sudah ditetapkan berakhir
demi hukum.
Keputusan pencegahan atau penangkalan dinyatakan berakhir
karena:
◦ Telah habis masa berlakunya
◦ Dicabut oleh pejabat yang berwenang
menetapkan; atau
◦ Dicabut berdasarkan
putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara
Apabila
keputusan pencegahan dinyatakan
berakhir sebelum habis masa
berlaku sebagaimana tercantum
dalam surat keputusan pencegahan, maka
pencabutan tersebut harus
dinyatakan dalam bentuk keputusan
pencabutan.
Keputusan pencabutan pencegahan tersebut disampaikan kepada:
1. Penanggung Pajak
yang dikenai pencegahan;
2. Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM)
Berdasarkan keputusan pencabutan pencegahan tersebut, Penanggung
Pajak yang dikenai pencegahan dicoret dari Daftar Pencegahan. Direktur Jenderal
Imigrasi dalam waktu paling lama tujuh hari sejak tanggal menerima keputusan
pencabutan tersebut mencoret nama Penanggung Pajak yang dikenai pencegahan dari
Daftar Pencegahan, dan mengirimkannya kepada Kepala Kantor Imigrasi di seluruh
wilayah Negara Republik Indonesia.
TATA CARA PERMINTAAN
PENCEGAHAN
Pencegahan
dilakukan berdasarkan permintaan
pencegahan bepergian ke luar
negeri dari Kepala KPP/KPPBB di tempat
Wajib Pajak terdaftar kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur Pemeriksaan dan
Penagihan dengan menyampaikan data-data sebagai berikut:
1. Data
Penanggung Pajak :
Nama Wajib Pajak,
NPWP, Alamat, Nama Penanggung Pajak, NPWP, Alamat, Jabatan, Umur/Tanggal Lahir,
Jenis Kelamin, Kewarganegaraan, Nomor Identitas
Passport/KTP)
2. Pertimbangan/alasan dilakukannya pencegahan
3. Data pendukung :
Daftar kelengkapan data
pencegahan, Ikhtisar
pencegahan ke luar
negeri, Fotokopi Kartu Pengawasan Tunggakan
Pajak (print out
data tunggakan pajak), Akte
pendirian badan usaha
dan perubahannya (khusus
Wajib Pajak Badan),
Fotokopi SPT Tahunan
PPh Badan/Orang Pribadi terakhir,
Fotokopi permohonan NPWP Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang akan dicegah .
TATA CARA PERMINTAAN
PERPANJANGAN PENCEGAHAN
Perpanjangan
dilakukan berdasarkan permintaan perpanjangan pencegahan
bepergian ke luar
negeri dari Kepala KPP/KPPBB
di tempat Wajib
Pajak terdaftar kepada
Direktur Jenderal c.q. Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan paling
lambat 1 (satu)
bulan sebelum pencegahan berakhir,
dengan menyampaikan data-data pendukung sebagai berikut:
1. ikhtisar pencegahan
ke luar negeri
2. Fotokopi Kartu
Pengawasan Tunggakan Pajak (print out data tunggakan pajak)
TATA CARA PERMINTAAN
PENCABUTAN PENCEGAHAN
Pencabutan dilakukan berdasarkan permintaan pencabutan
pencegahan bepergian ke luar
negeri dari Kepala
KPP/KPPBB di tempat Wajib Pajak terdaftar kepada Direktur
Jenderal c.q. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
Apabila terdapat pembayaran oleh Wajib Pajak, maka segera
dilakukan konfirmasi atas SSP
lembar ke-3 yang
diterima KPP kepada
Kantor Penerima Pembayaran (Bank
Persepsi atau Kantor
Pos). Hasil konfirmasi tersebut
langsung diinformasikan ke
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
Surat
permintaan pencabutan pencegahan
dibuat dengan menyertakan data-data pendukung sebagai berikut:
1. Fotokopi Keputusan Menteri Keuangan Pencegahannya
2. Fotokopi SSP/Bukti Pbk/Putusan Keberatan dan/atau Banding
3. Fotokopi MPN/MP3
4. Fotokopi Kartu Pengawasan
Tunggakan Pajak (print
out data tunggakan pajak)
PENYANDERAAN
Penyanderaan
dalam rangka penagihan
pajak dengan Surat Paksa
di Indonesia merupakan
salah satu upaya penagihan pajak
yang wujudnya berupa
pengekangan sementara waktu
terhadap kebebasan Penanggung
Pajak dengan menempatkannya di tempat
tertentu, yaitu rumah tahanan negara yang terpisah dari
tahanan lain.
DASAR HUKUM
Pasal II , Psl 33 - Psl 36 UU No. 19 tahun 2000 UU PPSP;
PP No. 137
Tahun 2000 tentang
Tempat dan Tata
Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung
Pajak, dan Pemberian Ganti
Rugi dalam Rangka
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehakim dan Hak
Asasi Manusia Nomor:
M-02.UM.09.01 dan Nomor 294/KMK.03/2003 tanggal
25 Juni 2003
tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak yang
Disandera di Rumah Tahanan Negara dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa;
Keputusan
Dirjen Pajak No.
KEP-218/PJ/2003 tanggal 30 Juli
2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama
Baik Penanggung Pajak yang Disandera.
Syarat-syarat
tertentu yang bersifat
kuantitatif maupun yang bersifat
kualitatif. Merupakan upaya terakhir penagihan pajak. Penyanderaan tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan
terhentinya pelaksanaan penagihan pajak. Penyanderaan tetap
dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak yang telah
dilakukan pencegahan. Kriteria Penanggung Pajak yang Akan Disandera
Syarat Kuantitatif Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah)
Syarat kualitatif Diragukan itikad baiknya;
lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak
tanggal Surat paksa diberitahukan ;
Telah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik
Indonesia. Wajib Pajak/Penanggung Pajak dikatakan ”diragukan itikad baiknya”
dalam kaitannya dengan pelunasan utang pajak, apabila:
Penanggung Pajak diduga menyembunyikan harta kekayaannya ;
Terdapat dugaan yang kuat bahwa Penanggung Pajak akan
melarikan diri;
Terdapat data dan informasi yang akurat yang diperlukan
sebagai bahan pertimbangan untuk mengajukan permohonan izin penyanderaan.
PELAKSANAAN
PENYANDERAAN
Dasar Pelaksanaan Penyanderaan :
Penyanderaan
terhadap Penanggung Pajak hanya
dapat dilaksanakan berdasarkan
Surat
Perintah
Penyanderaan yang diterbitkan
oleh Pejabat setelah memperoleh izin tertulis dari:
1. Menteri
Keuangan, untuk penagihan
pajak pusat
2. Gubernur, untuk penagihan pajak daerah
Persyaratan
izin penyanderaan dari
Menteri Keuangan atau Gubernur
dimaksudkan agar
penyanderaan dilakukan secara
sangat selektif dan hati-hati.
Surat Perintah Penyanderaan
memuat sekurang-kurangnya:
1. identitas
Penanggung Pajak;
2. alasan
penyanderaan;
3. izin penyanderaan;
4. lama penyanderaan;
5. tempat
penyanderaan.
Permohonan izin
penyanderaan diajukan oleh Kepala KPP/KPPBB
kepada Menteri Keuangan
melalui Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Pemeriksaan dan
Penagihan dalam bentuk
Surat Permohonan Izin Melakukan Penyanderaan
dengan tembusan Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak yang bersangkutan.
Permohonan izin penyanderaan memuat sekurang-kurangnya:
1. identitas
Penanggung Pajak yang
akan disandera;
2. jumlah utang pajak yang belum dilunasi;
3. tindakan
penagihan pajak yang
telah dilaksanakan;
Penanggung Pajak diragukan
itikad baiknya dalam
pelunasan utang pajak, yang
meliputi:
Penanggung Pajak tidak merespon himbauan untuk melunasi
utang pajak;
Penanggung Pajak tidak menjelaskan/tidak bersedia melunasi
utang pajak baik sekaligus maupun angsuran;
Penanggung Pajak tidak bersedia menyerahkan hartanya untuk
melunasi utang pajak;
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya atau berniat untuk itu;
Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki
atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau
menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan
perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk
lainnya.
TEMPAT PENYANDERAAN
Tempat
penyanderaan adalah rumah
tahanan negara yang dijadikan tempat
pengekangan sementara waktu
kebebasan Penanggung Pajak yang terpisah dari tahanan lain.
Tempat penyanderaan tersebut memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. tertutup dan
terasing dari masyarakat;
2. mempunyai fasilitas terbatas;
3. mempunyai
sistem pengamanan dan
pengawasan yang memadai.
Sebelum tempat penyanderaan
yang sesuai persyaratan tersebut dibentuk, Penanggung
Pajak yang disandera dititipkan di rumah tahanan negara dan terpisah dari
tahanan yang lain.
KONDISI PENGECUALIAN
Penyanderaan
tidak boleh dilaksanakan
dalam hal Penanggung
Pajak sedang melakukan kegiatan:
1. beribadah,
2. mengikuti sidang resmi, atau
3. mengikuti Pemilihan Umum.
JANGKA WAKTU
PENYANDERAAN
Masa penyanderaan paling
lama 6 (enam)
bulan terhitung sejak Penanggung Pajak
ditempatkan dalam tempat
penyanderaan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6
(enam) bulan.
Penentuan lamanya penyanderaan didasarkan pada:
1. perhitungan besarnya utang pajak
2. besarnya jumlah harta yang disembunyikan
3. hubungan harta yang disembunyikan tersebut dengan itikad
tidak baik Penanggung
4. Pajak untuk melunasi utang pajaknya pelaksanaan
penyanderaan
Perpanjangan Penyanderaan
Izin perpanjangan
jangka waktu penyanderaan
dapat sekaligus diberikan oleh
Menteri Keuangan yang
berwenang pada waktu memberikan izin
penyanderaan. Apabila izin
perpanjangan penyanderaan
sekaligus diberikan maka tidak diperlukan permohonan izin baru.
Penanggung Pajak yang Disandera Melarikan Diri
- Apabila Penanggung
Pajak yang disandera
melarikan diri dan tertangkap, maka yang bersangkutan
dimasukkan ke Rutan kembali berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang
diterbitkan pertama kali dengan memperhitungkan masa
penyanderaan yang telah dijalani sebelum Penanggung Pajak melarikan
diri.
- Ketentuan jangka
waktu maksimum penyanderaan
tidak berlaku dalam hal
sandera melarikan diri dan
selama masa pelarian tidak dihitung sebagai masa penyanderaan.
Biaya
penyanderaan dibebankan kepada
Penanggung Pajak yang disandera
dan diperhitungkan sebagai
biaya penagihan pajak. Yang termasuk dalam biaya penyanderaan antara
lain:
biaya hidup selama
dalam penyanderaan di
rumah tahanan negara
biaya
penangkapan dalam hal
Penanggung Pajak melarikan diri
dari rumah tahanan negara.
PROSEDUR PELAKSANAAN PENYANDERAAN
Penyampaian Surat Perintah Penyanderaan
Jurusita Pajak harus menyampaikan langsung
kepada Penanggung Pajak dan salinannya
kepada Kepala Rumah
Tahanan Negara sebagai kepala
tempat penyanderaan, dengan
disaksikan oleh 2 (dua)
orang penduduk Indonesia
yang telah dewasa,
dikenal oleh Jurusita Pajak
dan dapat dipercaya
(Kepala Seksi Penagihan, Koordinator Pelaksana Penagihan,
atau aparat Desa/Kelurahan).
Apabila
Penanggung Pajak yang
akan disandera tidak
dapat ditemukan, bersembunyi atau melarikan diri, Jurusita Pajak melalui Pejabat atau atasan Pejabat
dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan.
Termasuk dalam pengertian
menghadirkan Penanggung Pajak adalah mencari, menangkap, dan membawa
Penanggung Pajak ke tempat Pejabat untuk selanjutnya
diserahkan kepada kepala tempat
penyanderaan.
Penyanderaan
mulai dilaksanakan pada
saat Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh
Penanggung Pajak yang bersangkutan.
Dalam hal Penanggung
Pajak yang disandera
menolak untuk menerima Surat
Perintah penyanderaan, Jurusita
Pajak meninggalkan Surat Perintah
Penyanderaan dimaksud di
tempat
kedudukan Penanggung Pajak
(tempat tinggal, tempat
bekerja atau tempat Penanggung
Pajak ditemukan) dan mencatatnya dalam Berita Acara Penyampaian
Surat Perintah Penyanderaan
bahwa Penanggung Pajak tidak
mau menerima Surat
Perintah Penyanderaan, dan Surat
Perintah Penyanderaan dianggap
telah diterima serta sah mempunyai kekuatan hukum mengikat.
PELAKSANAAN
PENYANDERAAN
penyanderaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan
disaksikan oleh 2 (dua) orang penduduk Indonesia yang telah dewasa,
dikenal oleh Jurusita
Pajak, dan dapat dipercaya. Dalam melaksanakan
penyanderaan, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau
Kejaksaan. Apabila Jurusita Pajak
mengalami kesulitan, ataupun karena alasan
keamanan dan keselamatan
Jurusita Pajak dan saksi-saksi,
maka Jurusita Pajak
dapat meminta bantuan Kepolisian
atau Kejaksaan untuk melaksanakan penyanderaan.
BERTA ACARA PENYANDERAAN
Berita Acara
Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat:
1. nomor dan tanggal Surat Perintah Penyanderaan
2. izin tertulis
Menteri Keuangan atau Gubernur
3. identitas Jurusita
Pajak
4. Identitas
Penanggung Pajak yang disandera
5. tempat penyanderaan
6. lama penyanderaan
7. identitas saksi penyanderaan.
Salinan Berita Acara Penyanderaan tersebut disampaikan
kepada:
1. Kepala Rumah Tahanan
Negara, sebagai kepala
tempat penyanderaan
2. Penanggung Pajak yang disandera
3.Bupati atau Walikota
Kepala Daerah di mana
Penanggung Pajak yang disandera
bertempat tinggal (sesuai KTP/Paspor)
Jurusita Pajak
membuat Berita Acara
Penyanderaan pada saat Penanggung Pajak
ditempatkan di Rumah
Tahanan Negara sebagai tempat penyanderaan, dan Berita Acara
Penyanderaan itandatangani oleh Jurusita Pajak, Kepala Rutan, dan saksi-saksi.
Berita Acara Penyanderaan
merupakan syarat formal
sahnya penyanderaan dan berfungsi
sebagai Berita Acara
serah terima Penanggung Pajak
yang disandera dari Jurusita Pajak kepada kepala tempat penyanderaan.
HAK PENANGGUNG PAJAK
YANG DISANDERA
Penanggung Pajak yang disandera di rumah tahanan negara
berhak untuk:
Melakukan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing di dalam rumah tahanan
negara;
Memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
Mendapat makanan yang layak termasuk menerima kiriman
makanan dari keluarga;
Memperoleh bahan bacaan dan informasi lainnya atas biaya
sendiri;
Menerima kunjungan
rohaniwan dan dokter pribadi atas biaya sendiri setelah mendapat izin dari
Kepala Rumah Tahanan Negara;
Menerima kunjungan
dari keluarga, pengacara, dan sahabat setelah mendapat izin tertulis dari
Kepala KPP/PBB paling banyak 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 30 (tiga
puluh) menit untuk setiap kali kunjungan;
Menyampaikan keluhan
tentang perlakuan petugas kepada Kepala Rumah Tahanan Negara atau epala
KPP/PBB.
KEWAJIBAN PENANGGUNG
PAJAK YANG DISANDERA
Penanggung Pajak yang disandera selama dalam rumah tahanan
negara wajib mematuhi tata tertib dan disiplin di rumah
tahanan negara. Penanggung
Pajak yang disandera dilarang
membawa telepon genggam, pager,
komputer, atau peralatan
elektronik lain yang
dapat digunakan menghubungi seseorang
di luar rumah tahanan negara.
Apabila
Penanggung Pajak yang
disandera terbukti melakukan
pelanggaran tata tertib dan disiplin, Kepala Rutan memberitahukan kepada
Kepala Kantor atau kepada Kepolisian terdekat.
PENGHENTIAN
PENYANDERAAN
Penanggung Pajak yang disandera akan dilepas, apabila
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;
jangka waktu telah dipenuhi;
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap;
berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan
atau Gubernur, yaitu:
1. Penanggung Pajak
sudah membayar utang pajak 50% atau lebih dari jumlah utang pajak/sisa utang
pajak, dan sisanya akan dilunasi dengan angsuran;
2. Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan
menyerahkan bank garansi;
3. Penanggung Pajak
sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan harta kekayaannya yang sama
nilainya;
4. Penanggung Pajak telah berumur 75 tahun atau lebih;
5.
Untuk kepentingan perekonomian negara dan kepentingan umum. Pertimbangan Menteri
Keuangan atau Gubernur tersebut disebabkan
antara lain Penanggung
Pajak menyatakan akan
melunasi utang pajak,
tetapi berdasarkan bukti yang
disampaikan, tidak dapat melaksanakan pelunasan
utang pajak tersebut
tanpa meninggalkan tempat penyanderaan,
atau dalam hal Penanggung Pajak
menderita sakit berat
sehingga memerlukan
perawatan dalam jangka
waktu yang lama di luar tempat
penyanderaan.
Perhitungan dan penentuan
tanggal pelepasan Penanggung Pajak yang
disandera karena telah terpenuhinya jangka
waktu yang ditetapkan
dalam Surat Perintah Penyanderaan ditetapkan oleh Kepala Rutan. Kecuali penghentian
penyanderaan yang disebabkan oleh telah habisnya jangka waktu
penyanderaan yang ditetapkan dalam Surat
Perintah Penyanderaan,
sebelum Penanggung Pajak
dilepas, Kepala KPP/KPPBB segera
memberitahukan secara tertulis kepada kepala
tempat penyanderaan sebagaimana tercantum dalam Surat Perintah
Penyanderaan. Kepala tempat penyanderaan segera memberitahukan secara tertulis
kepada Kepala KPP/KPPBB
apabila Penanggung Pajak telah dilepas dari penyanderaan. Gugatan
terhadap Pelaksanaan Penyanderaan Penanggung
Pajak yang disandera
dapat mengajukan gugatan terhadap
pelaksanaan penyanderaan hanya kepada Pengadilan Negeri. Gugatan
Penanggung Pajak tersebut di atas
tidak dapat diajukan
setelah masa penyanderaan
berakhir.
REHABILITASI NAMA BAIK
DAN GANTI RUGI
Dalam hal gugatan
Penanggung Pajak tersebut dikabulkan oleh
pengadilan dan putusan
pengadilantersebut telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, diberikan hak
untuk mengajukan permohonan. Permohonan rehabilitasi
nama baik Penanggung Pajak diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia kepada
Kepala KPP/KPPBB sebagai
Pejabat yang menerbitkan Surat
Perintah Penyanderaan, dengan dilengkapi dengan persyaratan sebagai
berikut:
1. Putusan Pengadilan;
2. Surat Perintah Penyanderaan;
3. Surat Pemberitahuan
Pelepasan Penanggung Pajak yang
disandera. Rehabilitasi nama baik
dilaksanakan oleh Pejabat dalam bentuk 1 (satu) kali pengumuman pada media cetak harian
yang berskala nasional/regional/lokal dengan ukuran yang
memadai, yang dilakukan paling lambat
30 (tiga puluh)
hari sejak diterimanya permohonan Penanggung Pajak.
Ganti rugi diberikan
paling lambat 30
(tiga puluh) hari sejak
diterimanya permohonan Penanggung Pajak. Besarnya
ganti rugi yang
diberikan kepada Penanggung Pajak
adalah sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) setiap hari
selama masa penyanderaan yang
dijalaninya.
0 komentar:
Posting Komentar