Jumat, 13 Juli 2012

Pencegahan dan Penyanderaan

PENCEGAHAN
Pencegahan  adalah  larangan  yang  bersifat  sementara terhadap  Penanggung  Pajak  tertentu  untuk  keluar  dari wilayah Negara Republik  Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencegahan  sangat  selektif  dan  hati-hati.  Tidak  boleh sewenang-wenang, diberikan syarat-syarat yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Syarat  Kualitatif  tunggakan  sebesar  Rp100.000.000,00  dan syarat kuantitatif adalah diragukan itikad baiknya.
Pencegahan  terhadap  Penanggung  Pajak  tidak mengakibatkan  hapusnya  utang  pajak  dan  terhentinya pelaksanaan penagihan pajak. 
 
DASAR HUKUM : 
Psl  1  angka  20,  Psl  29  –  Psl  32 UU Nomor  19  thn  2000 UU PPSP;
Psl 11-Psl 14 UU No 9 Thn 1992 ttg Keimigrasian;
PP  No.  30  Thn  1994  tentang  Tata  Cara  Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan;
Psl 1 angka 13, Psl 117 – Psl 134 KMK No. 300/KMK.01/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Pengurusan Piutang Negara;
S-43/PJ.045/2007  tanggal  28  Maret  2007  perihal  Tata  Cara Permintaan  Pencegahan,  perpanjangan,  dan  Pencabutan Bepergian ke Luar Negeri
S-158/PJ.75/2006  tanggal 30 Agustus 2006 perihal Permintaan Usulan Pencegahan Wajib Pajak/Penanggung Pajak Bepergian ke Luar Negeri 
Pencegahan  dilaksanakan  berdasarkan  peraturan perundang-undangan  yang  berlaku,  dalam  hal  ini adalah Undang-Undang Nomor  9 Tahun  1992  tentang Keimigrasian
Keputusan  pencegahan  diterbitkan  oleh  Menteri Keuangan. Hal  tersebut  sesuai  dengan  ketentuan  yang diatur dalam UU No. 9 Thn 1992 tentang Keimigrasian,  yang  menentukan  bahwa  wewenang  dan  tanggung jawab  atas  pencegahan  dilakukan  oleh  Menkeu  jika menyangkut urusan piutang negara.
Keputusan pencegahan memuat sekurang-kurangnya:
- Identitas Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan:
a.  nama
b.  umur
c. Pekerjaan
d. Alamat
e. jenis kelamin; dan
f. kewarganegaraan.
g. Alasan untuk melakukan pencegahan
h. Jangka waktu pencegahan
i. Jangka  waktu  pencegahan  atau  penangkalan  harus secara  tegas  ditentukan  dalam  keputusan  pencegahan atau penangkalan.
Keputusan  pencegahan  tersebut  disampaikan kepada  Penanggung  Pajak  yang  dikenakan pencegahan, Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM), Pejabat  yang memohon pencegahan, atasan  Pejabat  yang  bersangkutan,  dan  Kepala Daerah setempat.
Tindakan  pencegahan  ini  dapat  dilakukan terhadap  beberapa  orang  sebagai  Penanggung Pajak Wajib Pajak Badan atau ahli waris.
Pelaksanaan  atas  keputusan  pencegahan  tersebut  dilakukan  oleh Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM) atau Pejabat Imigrasi .
Berdasarkan  keputusan  pencegahan  yang  diterimanya  dari  Menkeu, Menteri Kehakiman  (Menteri Hukum dan HAM) memerintahkan Dirjen Imigrasi  agar  nama  orang  yang  terkena  pencegahan  dimasukkan  ke dalam  Daftar  Pencegahan  dan  melaksanakan  pencegahan.  Direktur Jenderal  Imigrasi  dalam  waktu  paling  lama  7  hari  sejak  tanggal menerima perintah  tersebut  langsung memasukkan nama orang  yang dikenai  pencegahan  ke  dalam  Daftar  Pencegahan  dan mengirimkannya  kepada  Kepala  Kantor  Imigrasi  di  seluruh  wilayah Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan pencegahan.
Berdasarkan  keputusan  pencegahan  tersebut,  Pejabat  Imigrasi  di Tempat  Pemeriksaan  Imigrasi wajib menolak  orang-orang  tertentu  ke luar wilayah Indonesia.
Keputusan  pencegahan  disampaikan  dengan  surat  tercatat  kepada orang  atau  orang-orang  sebagai  Penanggung  Pajak  selambat-lambatnya 7  hari terhitung sejak tanggal penetapan.
Jangka  waktu  pencegahan  paling  lama  6  (enam)  bulan  dan  dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Keputusan Perpanjangan dan Keputusan Pencabutan Pencegahan
Apabila  tidak  ada  keputusan  perpanjangan,  pencegahan  yang  sudah ditetapkan berakhir demi hukum.
Keputusan pencegahan atau penangkalan dinyatakan berakhir karena:
Telah habis masa berlakunya
Dicabut oleh pejabat yang berwenang menetapkan; atau
Dicabut  berdasarkan  putusan  Pengadilan  Tata  Usaha Negara  
 Apabila  keputusan  pencegahan  dinyatakan  berakhir  sebelum  habis masa  berlaku  sebagaimana  tercantum  dalam  surat  keputusan pencegahan,  maka  pencabutan  tersebut  harus  dinyatakan  dalam bentuk keputusan pencabutan.
Keputusan pencabutan pencegahan tersebut disampaikan kepada:
1.  Penanggung Pajak yang dikenai pencegahan;
2. Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM) 
Berdasarkan keputusan pencabutan pencegahan tersebut, Penanggung Pajak yang dikenai pencegahan dicoret dari Daftar Pencegahan. Direktur Jenderal Imigrasi dalam waktu paling lama tujuh hari sejak tanggal menerima keputusan pencabutan tersebut mencoret nama Penanggung Pajak yang dikenai pencegahan dari Daftar Pencegahan, dan mengirimkannya kepada Kepala Kantor Imigrasi di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
 
TATA CARA PERMINTAAN PENCEGAHAN
Pencegahan  dilakukan  berdasarkan  permintaan  pencegahan bepergian ke  luar negeri dari Kepala KPP/KPPBB di  tempat Wajib Pajak terdaftar kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan menyampaikan data-data sebagai berikut:
1. Data  Penanggung  Pajak  :  Nama  Wajib  Pajak,  NPWP, Alamat, Nama Penanggung Pajak, NPWP, Alamat,  Jabatan, Umur/Tanggal  Lahir,  Jenis  Kelamin,  Kewarganegaraan, Nomor Identitas Passport/KTP)
2. Pertimbangan/alasan dilakukannya pencegahan
3. Data  pendukung  :  Daftar  kelengkapan  data  pencegahan, Ikhtisar  pencegahan  ke  luar  negeri,  Fotokopi  Kartu Pengawasan  Tunggakan  Pajak  (print  out  data  tunggakan pajak),  Akte  pendirian  badan  usaha  dan  perubahannya (khusus Wajib  Pajak  Badan),  Fotokopi  SPT  Tahunan  PPh Badan/Orang Pribadi  terakhir, Fotokopi permohonan NPWP Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang akan dicegah .
 
TATA CARA PERMINTAAN PERPANJANGAN PENCEGAHAN
Perpanjangan  dilakukan  berdasarkan  permintaan perpanjangan  pencegahan  bepergian  ke  luar  negeri  dari Kepala  KPP/KPPBB  di  tempat  Wajib  Pajak  terdaftar kepada Direktur  Jenderal  c.q. Direktur  Pemeriksaan  dan Penagihan  paling  lambat  1  (satu)  bulan  sebelum pencegahan  berakhir,  dengan  menyampaikan  data-data pendukung sebagai berikut:
1.  ikhtisar pencegahan ke luar negeri
2.  Fotokopi Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak (print out data tunggakan pajak) 
 
TATA CARA PERMINTAAN PENCABUTAN PENCEGAHAN
Pencabutan dilakukan berdasarkan permintaan pencabutan pencegahan bepergian  ke  luar  negeri  dari  Kepala  KPP/KPPBB  di  tempat Wajib Pajak terdaftar kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
Apabila terdapat pembayaran oleh Wajib Pajak, maka segera dilakukan konfirmasi  atas  SSP  lembar  ke-3  yang  diterima  KPP  kepada  Kantor Penerima  Pembayaran  (Bank  Persepsi  atau  Kantor  Pos).  Hasil konfirmasi  tersebut  langsung  diinformasikan  ke  Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
Surat  permintaan  pencabutan  pencegahan  dibuat dengan menyertakan data-data pendukung sebagai berikut:
1. Fotokopi Keputusan Menteri Keuangan Pencegahannya
2. Fotokopi SSP/Bukti Pbk/Putusan Keberatan dan/atau Banding
3. Fotokopi MPN/MP3
4. Fotokopi  Kartu  Pengawasan  Tunggakan  Pajak  (print  out  data tunggakan pajak)  
 
PENYANDERAAN
Penyanderaan  dalam  rangka  penagihan  pajak  dengan Surat  Paksa  di  Indonesia  merupakan  salah  satu  upaya penagihan  pajak  yang  wujudnya  berupa  pengekangan sementara waktu  terhadap  kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya  di  tempat  tertentu,  yaitu  rumah tahanan negara yang terpisah dari tahanan lain. 
 
DASAR HUKUM 
Pasal II , Psl 33 - Psl 36 UU No. 19 tahun 2000 UU PPSP;
PP   No.  137  Tahun  2000  tentang  Tempat  dan  Tata  Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik  Penanggung  Pajak,  dan Pemberian  Ganti  Rugi  dalam  Rangka  Penagihan  Pajak  dengan Surat Paksa;
Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehakim dan  Hak  Asasi Manusia  Nomor: M-02.UM.09.01  dan  Nomor 294/KMK.03/2003  tanggal  25  Juni  2003  tentang  Tata  Cara Penitipan Penanggung Pajak yang Disandera di Rumah Tahanan Negara dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
Keputusan  Dirjen  Pajak  No.  KEP-218/PJ/2003  tanggal  30  Juli 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak yang Disandera.
 
Syarat-syarat  tertentu  yang  bersifat  kuantitatif  maupun yang bersifat kualitatif. Merupakan upaya terakhir penagihan pajak. Penyanderaan  tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak. Penyanderaan  tetap  dapat  dilaksanakan  terhadap Penanggung Pajak yang telah dilakukan pencegahan. Kriteria Penanggung Pajak yang Akan Disandera
Syarat Kuantitatif Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 
Syarat kualitatif Diragukan itikad baiknya;
lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Surat paksa diberitahukan ;
Telah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia. Wajib Pajak/Penanggung Pajak dikatakan ”diragukan itikad baiknya” dalam kaitannya dengan pelunasan utang pajak, apabila:
 Penanggung Pajak diduga menyembunyikan harta kekayaannya ;
 Terdapat dugaan yang kuat bahwa Penanggung Pajak akan melarikan diri;
Terdapat data dan informasi yang akurat yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk mengajukan permohonan izin penyanderaan.
 
PELAKSANAAN PENYANDERAAN 
Dasar Pelaksanaan Penyanderaan :
Penyanderaan  terhadap  Penanggung  Pajak hanya  dapat  dilaksanakan  berdasarkan  Surat
Perintah  Penyanderaan  yang  diterbitkan  oleh Pejabat setelah memperoleh izin tertulis dari:
1. Menteri  Keuangan,  untuk  penagihan  pajak pusat
2. Gubernur, untuk penagihan pajak daerah
Persyaratan  izin  penyanderaan  dari  Menteri Keuangan  atau  Gubernur  dimaksudkan  agar penyanderaan  dilakukan  secara  sangat  selektif dan hati-hati.  Surat  Perintah  Penyanderaan  memuat  sekurang-kurangnya:
1.  identitas Penanggung Pajak;
2.  alasan penyanderaan;
3.  izin penyanderaan;
4.  lama penyanderaan;
5.  tempat penyanderaan.  
Permohonan  izin penyanderaan diajukan oleh Kepala KPP/KPPBB  kepada  Menteri  Keuangan  melalui Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan  dalam  bentuk  Surat  Permohonan  Izin Melakukan  Penyanderaan  dengan  tembusan  Kepala Kantor  Wilayah  Direktorat  Jenderal  Pajak  yang bersangkutan. Permohonan  izin  penyanderaan memuat  sekurang-kurangnya:
1. identitas  Penanggung  Pajak  yang  akan disandera;
2. jumlah utang pajak yang belum dilunasi;
3. tindakan  penagihan  pajak  yang  telah dilaksanakan;
 
Penanggung  Pajak  diragukan  itikad  baiknya  dalam  pelunasan  utang pajak, yang meliputi:
Penanggung Pajak tidak merespon himbauan untuk melunasi utang pajak;
Penanggung Pajak tidak menjelaskan/tidak bersedia melunasi utang pajak baik sekaligus maupun angsuran; 
Penanggung Pajak tidak bersedia menyerahkan hartanya untuk melunasi utang pajak;
Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.
 
TEMPAT PENYANDERAAN
Tempat  penyanderaan  adalah  rumah  tahanan  negara  yang dijadikan  tempat  pengekangan  sementara  waktu  kebebasan Penanggung Pajak yang terpisah dari tahanan lain.
Tempat penyanderaan tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.  tertutup dan terasing dari masyarakat;
2. mempunyai fasilitas terbatas;
3. mempunyai  sistem  pengamanan  dan  pengawasan  yang memadai. Sebelum  tempat  penyanderaan  yang  sesuai  persyaratan tersebut dibentuk, Penanggung Pajak yang disandera dititipkan di rumah tahanan negara dan terpisah dari tahanan yang lain.
 
KONDISI PENGECUALIAN
Penyanderaan  tidak  boleh  dilaksanakan  dalam  hal  Penanggung  Pajak sedang melakukan kegiatan:
1. beribadah,
2. mengikuti sidang resmi, atau
3. mengikuti Pemilihan Umum. 
 
JANGKA WAKTU PENYANDERAAN
Masa  penyanderaan  paling  lama  6  (enam)  bulan  terhitung  sejak Penanggung  Pajak  ditempatkan  dalam  tempat  penyanderaan  dan  dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan. 
Penentuan lamanya penyanderaan didasarkan pada:
1. perhitungan besarnya utang pajak
2. besarnya jumlah harta yang disembunyikan
3. hubungan harta yang disembunyikan tersebut dengan itikad tidak baik Penanggung
4. Pajak untuk melunasi utang pajaknya pelaksanaan penyanderaan
Perpanjangan Penyanderaan
  Izin  perpanjangan  jangka  waktu  penyanderaan  dapat  sekaligus diberikan  oleh  Menteri  Keuangan  yang  berwenang  pada  waktu memberikan  izin  penyanderaan.  Apabila  izin  perpanjangan penyanderaan  sekaligus  diberikan maka  tidak diperlukan permohonan izin baru.
Penanggung Pajak yang Disandera Melarikan Diri
-  Apabila  Penanggung  Pajak  yang  disandera  melarikan  diri  dan tertangkap, maka yang bersangkutan dimasukkan ke Rutan kembali berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan pertama kali  dengan  memperhitungkan  masa  penyanderaan  yang  telah dijalani sebelum Penanggung Pajak melarikan diri.
-  Ketentuan  jangka  waktu  maksimum  penyanderaan  tidak  berlaku dalam  hal  sandera melarikan  diri  dan  selama masa  pelarian  tidak dihitung sebagai masa penyanderaan.
 
 
 
Biaya  penyanderaan  dibebankan  kepada  Penanggung Pajak  yang  disandera  dan  diperhitungkan  sebagai  biaya penagihan pajak. Yang termasuk dalam biaya penyanderaan antara lain:
biaya  hidup  selama  dalam  penyanderaan  di  rumah tahanan negara
biaya  penangkapan  dalam  hal  Penanggung  Pajak melarikan diri dari rumah tahanan negara. 
 
PROSEDUR PELAKSANAAN PENYANDERAAN
Penyampaian Surat Perintah Penyanderaan
Jurusita  Pajak  harus menyampaikan  langsung  kepada Penanggung Pajak  dan  salinannya  kepada  Kepala  Rumah  Tahanan  Negara sebagai  kepala  tempat  penyanderaan,  dengan  disaksikan  oleh  2 (dua)  orang  penduduk  Indonesia  yang  telah  dewasa,  dikenal  oleh Jurusita  Pajak  dan  dapat  dipercaya  (Kepala  Seksi  Penagihan, Koordinator Pelaksana Penagihan, atau aparat Desa/Kelurahan).
Apabila  Penanggung  Pajak  yang  akan  disandera  tidak  dapat ditemukan,  bersembunyi  atau melarikan  diri,  Jurusita  Pajak melalui Pejabat atau atasan Pejabat dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan.
Termasuk  dalam  pengertian  menghadirkan  Penanggung  Pajak adalah mencari, menangkap,  dan membawa  Penanggung  Pajak  ke tempat Pejabat untuk selanjutnya diserahkan kepada kepala  tempat penyanderaan.
Penyanderaan  mulai  dilaksanakan  pada  saat  Surat  Perintah Penyanderaan diterima oleh Penanggung Pajak yang bersangkutan.
Dalam  hal  Penanggung  Pajak  yang  disandera  menolak  untuk menerima  Surat  Perintah  penyanderaan,  Jurusita  Pajak meninggalkan  Surat  Perintah  Penyanderaan  dimaksud  di  tempat
kedudukan Penanggung Pajak  (tempat  tinggal,  tempat  bekerja  atau tempat Penanggung Pajak ditemukan) dan mencatatnya dalam Berita Acara  Penyampaian  Surat  Perintah  Penyanderaan  bahwa Penanggung  Pajak  tidak  mau  menerima  Surat  Perintah Penyanderaan,  dan  Surat  Perintah  Penyanderaan  dianggap  telah diterima serta sah mempunyai kekuatan hukum mengikat.
 
PELAKSANAAN PENYANDERAAN
penyanderaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang penduduk Indonesia yang telah  dewasa,  dikenal  oleh  Jurusita  Pajak,  dan  dapat dipercaya. Dalam  melaksanakan  penyanderaan,  Jurusita  Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan. Apabila  Jurusita  Pajak  mengalami  kesulitan,  ataupun karena  alasan  keamanan  dan  keselamatan  Jurusita Pajak  dan  saksi-saksi,  maka  Jurusita  Pajak  dapat meminta  bantuan  Kepolisian  atau  Kejaksaan  untuk melaksanakan penyanderaan. 
 
BERTA ACARA PENYANDERAAN
Berita Acara Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat:
1. nomor dan tanggal Surat Perintah Penyanderaan
2.  izin tertulis Menteri Keuangan atau Gubernur
3.  identitas Jurusita Pajak
4.  Identitas Penanggung Pajak yang disandera
5.  tempat penyanderaan
6.  lama penyanderaan
7. identitas saksi penyanderaan.
 
Salinan Berita Acara Penyanderaan tersebut disampaikan kepada:
1. Kepala  Rumah  Tahanan  Negara,  sebagai  kepala  tempat penyanderaan
2. Penanggung Pajak yang disandera
3.Bupati  atau Walikota  Kepala  Daerah  di mana  Penanggung  Pajak yang disandera bertempat tinggal (sesuai KTP/Paspor)
  Jurusita  Pajak  membuat  Berita  Acara  Penyanderaan  pada  saat Penanggung  Pajak  ditempatkan  di  Rumah  Tahanan  Negara  sebagai tempat penyanderaan, dan Berita Acara Penyanderaan itandatangani oleh Jurusita Pajak, Kepala Rutan, dan saksi-saksi. Berita  Acara  Penyanderaan  merupakan  syarat  formal  sahnya penyanderaan  dan  berfungsi  sebagai  Berita  Acara  serah  terima Penanggung Pajak yang disandera dari Jurusita Pajak kepada kepala tempat penyanderaan. 
 
HAK PENANGGUNG PAJAK YANG DISANDERA 
Penanggung Pajak yang disandera di rumah tahanan negara berhak untuk:
Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing di dalam rumah tahanan negara;
Memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Mendapat makanan yang layak termasuk menerima kiriman makanan dari keluarga;
Memperoleh bahan bacaan dan informasi lainnya atas biaya sendiri;
Menerima kunjungan rohaniwan dan dokter pribadi atas biaya sendiri setelah mendapat izin dari Kepala Rumah Tahanan Negara;
 Menerima kunjungan dari keluarga, pengacara, dan sahabat setelah mendapat izin tertulis dari Kepala KPP/PBB paling banyak 3 (tiga) kali dalam seminggu selama 30 (tiga puluh) menit untuk setiap kali kunjungan;
 Menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas kepada Kepala Rumah Tahanan Negara atau epala KPP/PBB.
 
KEWAJIBAN PENANGGUNG PAJAK YANG DISANDERA
Penanggung Pajak yang disandera selama dalam rumah tahanan negara wajib mematuhi  tata  tertib dan disiplin di  rumah  tahanan  negara.  Penanggung  Pajak  yang disandera dilarang membawa  telepon genggam, pager, komputer,  atau  peralatan  elektronik  lain  yang  dapat digunakan  menghubungi  seseorang  di  luar  rumah tahanan negara.
Apabila  Penanggung  Pajak  yang  disandera  terbukti melakukan pelanggaran  tata  tertib dan disiplin, Kepala Rutan  memberitahukan  kepada  Kepala  Kantor  atau kepada Kepolisian terdekat.
 
 
PENGHENTIAN PENYANDERAAN
Penanggung Pajak yang disandera akan dilepas, apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;
jangka waktu telah dipenuhi;
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; 
berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau Gubernur, yaitu:
1. Penanggung Pajak sudah membayar utang pajak 50% atau lebih dari jumlah utang pajak/sisa utang pajak, dan sisanya akan dilunasi dengan angsuran;
2. Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan bank garansi;
3. Penanggung Pajak sanggup melunasi utang pajak dengan menyerahkan harta kekayaannya yang sama nilainya;
4. Penanggung Pajak telah berumur 75 tahun atau lebih;
5. Untuk kepentingan perekonomian negara dan kepentingan umum. Pertimbangan  Menteri  Keuangan  atau  Gubernur tersebut  disebabkan  antara  lain  Penanggung  Pajak  menyatakan  akan  melunasi  utang  pajak,  tetapi berdasarkan  bukti  yang  disampaikan,  tidak  dapat melaksanakan  pelunasan  utang  pajak  tersebut  tanpa meninggalkan  tempat  penyanderaan,  atau  dalam  hal Penanggung  Pajak  menderita  sakit  berat  sehingga memerlukan  perawatan  dalam  jangka  waktu  yang lama di luar tempat penyanderaan.
Perhitungan  dan  penentuan  tanggal  pelepasan Penanggung  Pajak  yang  disandera  karena  telah terpenuhinya  jangka  waktu  yang  ditetapkan  dalam Surat Perintah Penyanderaan ditetapkan oleh Kepala Rutan. Kecuali  penghentian  penyanderaan  yang  disebabkan oleh telah habisnya jangka waktu penyanderaan yang ditetapkan  dalam  Surat  Perintah  Penyanderaan, sebelum  Penanggung  Pajak  dilepas,  Kepala KPP/KPPBB  segera  memberitahukan  secara  tertulis kepada  kepala  tempat  penyanderaan  sebagaimana tercantum dalam Surat Perintah Penyanderaan. Kepala tempat penyanderaan segera memberitahukan secara  tertulis  kepada  Kepala  KPP/KPPBB  apabila Penanggung Pajak telah dilepas dari penyanderaan. Gugatan terhadap Pelaksanaan Penyanderaan  Penanggung  Pajak  yang  disandera  dapat  mengajukan gugatan  terhadap  pelaksanaan  penyanderaan  hanya kepada Pengadilan Negeri. Gugatan Penanggung Pajak tersebut  di  atas  tidak  dapat  diajukan  setelah  masa penyanderaan berakhir.
 
REHABILITASI NAMA BAIK DAN GANTI RUGI
Dalam  hal  gugatan  Penanggung  Pajak  tersebut dikabulkan  oleh  pengadilan  dan  putusan  pengadilantersebut  telah  memperoleh  kekuatan  hukum  tetap, diberikan  hak  untuk  mengajukan  permohonan. Permohonan  rehabilitasi  nama  baik  Penanggung Pajak diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada  Kepala  KPP/KPPBB  sebagai  Pejabat  yang menerbitkan  Surat  Perintah  Penyanderaan,  dengan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut:
1. Putusan Pengadilan;
2. Surat Perintah Penyanderaan;
3. Surat  Pemberitahuan  Pelepasan  Penanggung Pajak yang disandera. Rehabilitasi  nama  baik  dilaksanakan  oleh  Pejabat dalam bentuk 1  (satu) kali pengumuman pada media cetak  harian  yang  berskala  nasional/regional/lokal dengan ukuran yang memadai, yang dilakukan paling lambat  30  (tiga  puluh)  hari  sejak  diterimanya permohonan Penanggung Pajak. 
Ganti  rugi  diberikan  paling  lambat  30  (tiga  puluh) hari  sejak  diterimanya  permohonan  Penanggung Pajak.  Besarnya  ganti  rugi  yang  diberikan  kepada Penanggung  Pajak  adalah  sebesar  Rp100.000,00 (seratus  ribu  rupiah)  setiap  hari  selama  masa penyanderaan yang dijalaninya. 
 
 
 
 
 

0 komentar:

Posting Komentar